Asking people “Kapan? (kamu akan menikah — red)” is as offensive as asking them “Kapan? (kamu akan masuk Harvard)” or “Kapan? (kamu akan punya usaha sendiri)”. Different people have different plans and targets, so it doesn’t make sense to compare one’s lifeline to another’s, or to the social conformity for that matter. It’s just as offensive as stating to your friend that your religion is much more superior to his, or that only your religion is correct.
Short post with questionable content.
Omong-omong yang postingan integrasi itu belum jadi, baru 80%-an. Sekarang saya sedang meminta pendapat beberapa orang tentang isinya. Nanti kalau sudah 100% saya buka. Terima kasih.
Like this.
BTW, pertanyaan kapan itu benar-benar bikin sensi. Bahkan jika yang bertanya itu orang tua sekalipun.
Para penanya itu, kalau niatnya perhatian, kenapa mereka tidak beranya sesuatu seperti;
“apakah hidupmu menyenangkan?”
deshou?
Aku udh kenyang sama pertanyaan kapan. Dr kapan kawin sampe kapan punya anak ๐ #iyaa gue curcol ๐
Btw baru hari minggu lalu gue pasang status di FB begini:
My fault, ngomongin agama sama orang Farisi, yg ada kepercayaan gue dibilang sesat dan palsu. Capek deh…
Ini postingan koq ya ngepas bgt sama gue siy? Jangan bilang lu ngintip pikiran gue disaat gue tidur macam Inception lagi? ๐
oh come on, it just part of courtesy, or simply they don’t have any topic to discuss lightly
(at least that what I feel when being asked such question :P)
or perhaps the questioner just too insensitive meanwhile you’re too sensitive ๐
jadi, kapan?
(ninjahattori)
Jadi….. kapankah anda kembali ke jalan yang benar?
*elus jenggot*
Yah ‘kan bukan maksudnyaaa. ๐
Makanya saya cenderung sering pakai sepakbola untuk berbasa-basi, takutnya agak kurang ajar kalau langsung menghubung-hubungkan dengan perkara karir/romansa yang bersangkutan. Tentunya harus hati-hati pula kalau misalnya baru kalah derby atau semacamnya.
yah… pertanyaan yang paling saya benci..
kapan
nikah?Rasanya pengen bilang “mind your own business”. tapi entah kenapa yang sering nanya soal ini orang yang sudah menikah juga. if you’re success find your wife/husband good for you… but please, take pity for us who haven’t find our spouses…
*jyahh malah curcol*
rants khas generasi mind-your-own-business ๐
@Snowie
Nah itu. Pertanyaannya, apakah mereka itu memang ingin mengharapkan kebahagiaan mereka atau pingin kita ikut-ikut mereka
atau simply basa-basi aja?@Ceritaeka
Heahahaha…tapi kan setidaknya, kalau standar sosial untuk pertanyaan-pertanyaan itu ada (silakan lihat komentar teman IRL saya Benny dan sesama blogger Alex di komentar di status Facebook), pertanyaan untuk dirimu udah berkurang satu toh. ๐
Walaupun bukan itu poinnya sih. :-“Tentang agama, menurutku ga salah juga dirimu ngomongin agama ke orang Farisi. Cuman memang ya musti siap dengan konsekuensinya sih. ๐
I do that occasionally to piss them off.Inception? Coba putar benda kecil di sampingmu, berhenti berputar atau ga. ๐
Feel free untuk curcol di sini, BTW.
@Arm Kai
If that’s just a mere smalltalk, why that question? Whyyyyy? ๐ *tendang Arm jauh-jauh*
@Pak Guru
Sepakbola bisa jadi sensitif, musti waspada. ๐
Saya ndak jago smalltalk. Tapi biasanya, kalau bertemu teman lama, pertanyaan standar saya tentang kerja. Misalnya, “kerja di mana sekarang? Ngapain itu?” dst. ๐
@itikkecil
Yee itu mah kesannya kalah dong. ๐
Kalau di saya sih, pertanyaan seperti itu justru kesannya kebanyakan muncul dari orang-orang mapan sih. Kita sebagai orang non-konformis harus jadi rada elitis dong. ๐
Anyway, kalau mau sarkastis, bisa coba jawaban saya di atas. Kalau mau becanda, bisa tarik nafas dulu lalu tanya, “Apakah mau menawarkan jasa organ tunggal untuk pernikahan?” ๐
@Grace
Apakah MOYB adalah salah satu ciri-ciri generasi Y? ๐
Dan apakah ini adalah konflik antara generasi Y dan generasi X telat lahir? :-“kapan akan berhenti bertanya dan mengeluh ?
mengeluh, hentikan ah. Bertanya, mesti bertanya terus dong
*komeng ngaaco*
^
OK saya bertanya: kapan nikah? *lari dulu*
@Pak Guru :
kalo sesama cowok pake sepakbola, kalo sesama cewek muji tas/outfit yang dipake. *jadi inget plurk kapan hari itu*
@Lambrtz :
generasi MYOB itu lebih ke generasi individualis kali ya, ga ada hubungannya sama Y atau X. Ada aja soalnya gen Y yang suka kepo atau stuck di pertanyaan Why untuk smalltalk ๐
Aku pernah nelpon seorang sahabat yang sudah menikah. Pertanyaanku basa-basiku agak berat ternyata: “Apa kamu bahagia?”
Somehow, after using it very often, I felt that question is curcolgenik. (haha)
Lah, saya juga lebih repot. Ketemu teman lama, yang ditanyai malah “kapan si X, si Y, si Z” nikah??” dengan asumsi X, Y, dan Z itu sahabat-sahabat saya.. Emangnya saya konsultan pernikahan mereka???
@Grace
Hooo…kirain kepo itu ciri generasi X doang. Ternyata ga ada hubungannya ya.
@dnial
Ok saya habis mempraktekkan teknik “apa kamu bahagia?” juga ke teman. Jadinya malah saya yang curhat. ๐
@Amd
Wah variasi baru, yang itu luput dari radar saya. ๐
Apa kabar Mansup? Udah nikah belum sih dia? *kabur*
*keliru baca, kirain ‘udah nikah belum sih sama dia?’ ๐
Sudah, sudah punya anak pula dianya… *jawab dg tampang serius*
^
Hooo… ๐ฎ
Kapan anaknya sekolah? Kapan dia mau punya anak lagi? Bang Amed sendiri gimana? Mau sekolahin anak di mana? Kapan anaknya lulus? Pinginnya anaknya jadi apa? Mau dinikahkan di mana anaknya? *lanjutkan sendiri* *kabur*
Eh sebelum kabur, rupanya kabar tentang Mansup itu benar adanya ya. Habis dia ga masang status di FB sih. ๐
OK kabur sekarang.
“mo sampe kpn ente bgini..?”
“inget umur….!?”
(ยฌ_ยฌ”)cih!
*saya komen bagian pragmatisnya saja*
Kalau saya, lebih sering disimplifikasi:
(Sambil celingak-celinguk) “Eh, mana suaminya/istrinya?”โโatauโโ(Sembari menepuk-akrab pundak yang diajak bicara) “Sudah punya putera berapa?”. Dan bisa ditebak, responnya lebih hangat. Karena… ya, seperti yang bisa dilihat, pertanyaan saya tidak bernada intimidatif, baik secara diksi maupun kolokasi.
So, it’s not about what to say, it’s all about HOW we approach and SAY it. ๐
*sokmentor*
@ik’s
Hahahaha, yang seperti itu menyebalkan memang ya. ๐
BTW, selamat datang kemari Mbak. ๐
@Pak Presiden
Lha ini kan berasumsi kalau kita tau bahwa si teman itu sudah menikah. ๐
Yang ini memang lebih friendly sih. ๐ Tapi bagian “menepuk pundak” itu agak susah, karena tidak semua model komunikasi memungkinkannya. ๐ฆ
Lebih sering chat ketimbang ngomong ke orang.Tapi bener, maksud yang sama, jika disampaikan dengan cara yang berbeda, hasilnya juga berbeda. ๐
CTTOI, monggo nonton The Origin of Smalltalk. Yang saya takutkan dari smalltalk tentang keluarga ini dijelaskan di sketsa ini. Sebuah kutipan:
Kalau katanya guru agama saya pas SMA sih,
^
Kalo saya yang jawab begitu ntar pada syok. ๐
BTW apa kabar bro.
Kapan nikahSudah mendingan sakitnya? ๐ *smalltalk aman*Wah, Anda bilang susah karena pasti jarang melakukannya. Menepuk pundak itu bermanfaat sekali setiap kali kita melakukan opening komunikasi, apalagi jika lawan komunikasi kita adalah wanita. Atmosfir yang bakal segera ia tangkapโโ ah, kapan-kapan saja deh diobrolin kalau lagi online :-”
Ya amplop, kang mas, universitas itu tempat yang paling ideal untuk mengasah kemampuan
oralverbal, setiap hari Anda bisa bertemu lima belas mahasiswi perempuan yang berbeda! Jangan sia-siakan kesempatan selama Anda hidup di lingkungan kampus! ๐ฎLah, it just smalltalk, dude. It’s an event. You have toโโat leastโโjoke around and be light-hearted about things otherwise it’s boring. ๐