Sedikit perkenalan mengenai algoritma optimisasi koloni semut.
Jadi begini. Ada algoritma yang dinamakan Ant Colony Optimisation (ACO). Katakan sekelompok semut ingin berburu makanan di N dan membawanya ke sarang F dengan peta seperti tergambar di bawah ini. Tiap kali semut berjalan, ia akan meletakkan feromon di tanah yang menarik semut berikutnya untuk mengambilnya. Ini adalah cara berkomunikasi secara stigmergis, yaitu dengan memodifikasi lingkungan. Pada tahap awal pencarian, semut-semut akan menunjukkan pola pemilihan jalur yang acak. Secara teoritis, probabilitas seekor semut untuk memilih jalur yang tersedia (misalnya dalam gambar di bawah ini ada 4) adalah 100% dibagi jumlah jalur. Namun, karena satu dan lain hal™, semut-semut cenderung memilih salah satu jalan. Akibatnya, feromon di jalur itu menjadi lebih banyak daripada feromon di jalur lain, dan pada kondisi akhir, mayoritas semut hanya akan melewati satu jalur.
Nah, algoritma ini juga bisa dipakai di Computer Science, misalnya untuk mencari jalur terpendek dari satu titik ke titik yang lain jika diketahui suatu graf yang memuat noktah-noktah yang mewakili lokasi dan jalur yang menghubungkan noktah-noktah tersebut. Teknik ini secara umum pertama kali diajukan oleh Marco Dorigo, yang sekarang menjadi profesor di Université Libre de Bruxelles, pada disertasi PhD-nya di Politecnico di Milano pada 1991. Seiring berjalannya waktu, algoritma ini terus dikembangkan dan variannya banyak diajukan. Salah satu implementasinya adalah Short-ACO (S-ACO). Pada teknik ini, semut secara eksplisit memiliki 2 “mode”, yaitu mode forward ketika mencari makanan, dan backward ketika kembali ke sarang. Beberapa perkembangan lain pada teknik ini adalah penghapusan kalang (jika ada) sesuai urutan jalur yang ditempuh semut, pemilihan jalur secara probabilistis ketika semut pada mode forward (pada mode ini semut tidak menjatuhkan feromon), intensitas feromon berdasarkan kualitas makanan, dan penguapan feromon yang mempengaruhi jumlah semut yang melewati sebuah jalur.
Wis semene dhisik. Ngantuk. Koreksi dipersilakan, dan terima kasih.
Kalau minta saus, silakan klik gambar di atas. 🙂
Referensi: Ant Colony Optimization
NB: Matur nuwun nggo si tong nyaring nanging berisi sing marakke aku krisis eksistensial njur sinau bab iki. Kowe wong Singapur, masiyo Cino nanging mungkin iso Boso Melayu. Ning rak kowe ra iso Basa Jawa to?
Empat jam cuma habis satu bab. 😥
Duh jadi inget, dulu
dan sekarangsaya sering iseng menghalangi barisan semut yang lagi jalan berderetan dengan naro benda di antaranya, supaya barisan itu putus 😆 . Menarik mengamatikebingunganapa yang dilakukan semut-semut itu 😛*oot* saya menghalangi semutnya pake bedak…
*digampar lambrtz*
muahahahaa… haleluya 😎
Ternyata itu melibatkan feromon… Selama ini kukira hanya komunikasi pake gesekan antena kalo ketemu semut lain saja. 😀
@Mizzy, itikkecil
Kejam! 😈
@itikkecil
Ee gakpapa kok kalau mau OOT, siapa tahu malah jadi ide baru.
@S™J
Wakaka fokusnya ke sono. 😆
@jensen99
Saya juga baru tahu waktu baca itu buku. 😀
untung algoritma macam beginian nggak diaplikasikan di bidang studi saya. kalo enggak, per segmen nggak bisa ditrace untuk pencarian jalur berdasarkan waktu tempuh tercepat dan jarak terdekat
dalam jagad coding-mu, ini murni simulasi independen atau butuh data dasar berbasis line? kalo versi kami, coding memang ada sebagai dasar proklamasi dan eksekusi, tapi tetep dengan membaca atribut pada data dasar format vektor bertipe line, dimana dalam salah satu atributnya ada field numerik berisi informasi segmen length dan field numerik yang mewakili waktu tempuh.