The Road not Taken

Two roads diverged in a yellow wood,
And sorry I could not travel both
And be one traveler, long I stood
And looked down one as far as I could
To where it bent in the undergrowth;

Then took the other, as just as fair,
And having perhaps the better claim,
Because it was grassy and wanted wear;
Though as for that the passing there
Had worn them really about the same,

And both that morning equally lay
In leaves no step had trodden black.
Oh, I kept the first for another day!
Yet knowing how way leads on to way,
I doubted if I should ever come back.

I shall be telling this with a sigh
Somewhere ages and ages hence:
Two roads diverged in a wood, and Iā€”
I took the one less traveled by,
And that has made all the difference

The Road not TakenRobert Frost

Saya pertama kali menemukan puisi ini di thesis PhDnya Jur van den Berg. Dan puisi ini sedikit banyak menggambarkan perasaan saya. Gimana nggak. Ketika di mailing list teman-teman saya sejurusan jaman di UGM dulu membicarakan saham, kondisi ekonomi Indonesia, kewirausahaan, investasi, dan pernikahan, saya adalah sedikit di antara orang-orang yang belum tertarik dan belum mengerti tentang hal-hal itu (untuk yang terakhir, well setidaknya saya belum menikah dan sepertinya tidak dalam waktu dekat). Jaman dulu, ketika saya memulai perjalanan, saya menjadi orang aneh yang justru takut ketika wawancara Schlumberger, Epson, dan Pertamina. Sementara banyak orang berlomba-lomba menuju ke sana, saya justru takut keterima. Kemaki banget. Tapi ya begitu. Sementara banyak orang mencari kemapanan yang cepat, saya mencari kemapanan dengan cara yang berbeda. Dan saya ingin petualangan. Akhirnya toh saya mendapat macam-macam di sini. Masa-masa idealis, elitis, menemukan realita yang berbeda dari harapan, depresi, cinta, ilmu, pengalaman, dan pengetahuan. I shall never regret this.

Petualangan belum selesai.

Now off we go. To Visual Studio 2008, again.

13 Responses to “The Road not Taken”


  1. 1 Snowie 12/01/2011 at 9:36 PM

    I shall never regret this.

    This.
    As long you never regret what you did, everything will be fine. ^^
    Thus, the world is beautiful because everyone has and choose their own way.

    I hear the following word from one program of NHK World, he, the professor said –more or less- that what ever you do, how hard it is, how long it takes, you will get what you want if you keep going. ^^
    Ah, I’m not really sure about the sentence, but I’m just trying to deliver the feeling I take from his word. It’s a really good word actually. šŸ˜›

  2. 2 Ando-kun 12/01/2011 at 11:09 PM

    Dan saya ingin petualangan.

    Tenang masbro, masih banyak tempat berpetualang untuk dijelajahi. Yang paling menantang tentunya Afghanistan, Iraq dan Somalia.

  3. 3 lambrtz 12/01/2011 at 11:30 PM

    @Snowie

    As long you never regret what you did, everything will be fine. ^^

    Kok saya jadi ingat perihal acceptance yang ditulis Sora di sini ya. šŸ˜›
    Tapi yah, saya sempat beberapa kali berpikir untuk menyerah, mengingat realita saya yang hadapi berbeda dengan angan-angan, bahwa saya ga seperti yang saya bayangkan. Tapi memang sepertinya saya harus maju terus.
    Makasih Uni. šŸ˜€

    @Ando-kun
    šŸ˜†
    Kalo yang itu saya nyerah deh. Saya bukan orang yang bisa bertahan hidup di daerah peperangan. Cari mati itu namanya. šŸ˜›

  4. 4 dnial 13/01/2011 at 12:03 AM

    Aku penasaran sama puisi Robert Frost yang ini, aku baca ini waktu SMU di sebuah kursus Bahasa Inggris, dan aku punya arti yang lain. Instead of proposing on being different, this poem is proposing conformity.

    Karena itulah dia “telling this with a sigh”, karena ketidakpastian yang ditawarkan jalan itu belum tentu akan menjadi cerita yang indah di masa depan.

    Kritik sendiri merasa ini sebuah ironi, bukan puisi yang penuh harapan.

    But well, those who success can tell any story right? :p

  5. 5 lambrtz 13/01/2011 at 12:13 AM

    ^
    Exactly! You are the first to bring this. Dan ya, memang ada dua interpretasi puisi ini. Sampeyan mungkin menulis “proposing conformity”, tapi kalau saya sendiri, yang pertama adalah bahwa sang tokoh dengan bangganya memilih jalan yang sedikit dilalui, dan yang kedua adalah bahwa sang tokoh merasakan beratnya jalan yang sedikit dilalui, ditandai dengan “sigh”-nya.

    Dan itulah yang saya rasakan. Saya berganti-ganti merasakan interpretasi yang pertama dan kedua. Yang pertama tentu saja kepuasan elitis dalam diri saya, sedangkan yang kedua adalah bahwasanya saya ini sendirian di jalan ini. šŸ˜€

    Memangnya ini tidak terlihat seperti postingan galau ya?

  6. 6 Grace 13/01/2011 at 5:40 PM

    Cool story, bro šŸ˜Ž
    *plak*
    Well, you shouldnt regret it. It was one hell of a journey and you get through it alive, what do you need to regret anyway? Dude, having Phd from NTU is damn cool and chicks digging it :mrgreen:
    Ps. pray for me to have another journey again, I cant stand sitting around the house and doing nothing šŸ˜›

  7. 7 Amd 14/01/2011 at 12:34 AM

    *mencari tombol ‘megang banget’ kayak di ngerumpi*

  8. 8 Ms. Plaida 14/01/2011 at 7:44 AM

    selama kita tau apa yang kita pengen dan bener bener berjuang buat ngedapetinnya, hidup sesusah apapun pasti jadi lebih gampang. šŸ˜€
    (oksimoron ngga ya kalimat diatas)

  9. 9 itikkecil 14/01/2011 at 1:11 PM

    saya juga sempat posting puisi ini ketika saya ada di persimpangan jalan dan semua orang mempertanyakan keputusan yang saya ambil.
    maybe i am telling this with a sigh…
    tapi itu adalah keputusan yang less people take but i believe that i already make a difference….
    Banyak resiko yang didapat, banyak kerugian yang diterima dan tidak semua orang sudi mengambil jalan ini tetapi paling tidak saya sudah membuat perbedaan. bukan hanya sekadar beda, tapi juga membuat saya bahagia…
    *malah curcol*

  10. 10 Arm Kai 14/01/2011 at 6:00 PM

    Kemaki banget.

    cen kemaki pisan šŸ˜† šŸ˜›

    jalan yang sedikit dilalui belum tentu lebih baik dari jalan yang sering dialui, begitu juga sebaliknya
    mau gimanapun jalannya yang penting si pejalan itu bisa beradaptasi ngga dengan jalan yang dilaluinya… *pose Buddha*

  11. 11 julicavero 14/01/2011 at 6:29 PM

    mantaff bro…salam ya

  12. 12 lambrtz 16/01/2011 at 11:14 AM

    @Grace
    *keplak by request*
    Things to regret? Mungkin ada beberapa yang bisa dibikin-bikin, misalnya comfort zone yang ndak datang-datang. Tapi untungnya ini tidak terjadi. Lagian, bener, udah sampe sini ya jangan disesali dong. Udah capek-capek je. :mrgreen:
    Sure, I’ll pray for you. Pesen saya satu aja: salam buat Bang Ando dan Aprat. šŸ˜‰

    @Amd
    Adanya di WP tombol like sih, tapi ndak saya pasang. Anyway, makasih Bang. šŸ˜›

    @Ms. Plaida
    Hahahaha..oksimoron ya? šŸ˜›
    Anyway, kalau sedang sedikit terantuk, biasanya motivasinya gampang. Lihat sekitar, gimana progress orang-orang yang mengambil jalan yang sama. Konkretnya, lihat CV mereka šŸ˜†
    Anyway lagi, the secret of happiness is…welll…be happy! :mrgreen:

    @itikkecil
    Ah iya, saya kemarin searching postingan itu di blog Mbak Itik, rupanya beberapa bulan yang lalu dan ga commentable ya. šŸ˜›
    Asalkan bahagia atas keputusanmu, kendati jalan berliku dan berbatu, niscaya dirimu takkan kelu. šŸ˜€ :mrgreen:

    @Arm Kai
    Nah adaptasinya itu Bung. Karena practically speaking, orang-orang yang ada di jalan yang sepi itu sendirian je. Teman-temannya diajak ngobrol tentang itu ga nyambung, dan sebaliknya dianya ga nyambung dengan teman-temannya lagi. šŸ˜†

    @julicavero
    Salam kenal juga. šŸ™‚


  1. 1 Motivation « Rahmad Hidayat's Blog Trackback on 14/01/2011 at 2:06 AM

Leave a comment




lambrtz looks like this

Me

You can write comments in any language that you want, but please bear in mind that I only understand 4 languages: English, Indonesian, Javanese and Malay.

Archives

Categories

January 2011
S M T W T F S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
3031  
Click to view my Personality Profile page